BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada Zaman Penjajahan Belanda
Hukum atas tanah diatur dalam “agrarische wet” 1870 dan diudangkan dalam
lembaran negara 1870-55. Undang-undang ini
dibuat atas desakan pengusaha-pengusaha asing guna mengembangkan usahanya.
Tujuan utama “Agrarische wet” 1870 adalah untuk membuka kemungkinan adanya
jaminan hukum bagi pengusaha swasta besar, agar dapat memperoleh tanah hak Erfpacht
atau hak opstal untuk perkebunan besar.
Peraturan pelaksanaan “Agrarische
wet” 1870 (disingkat AW 1870) adalah “Agrarische Besluit” S 1870-118 (Keputusan
Agraria). Pasal 1 “Agrarische Besluit” (disingkat AB) menyatakan bahwa semua
tanah yang dikuasai oleh penduduk pribumi yang tidak dapat dibuktikan dengan
hak “eigendom” menjadi milik negara (domein negara) atau dengan kata lain tanah
menjadi milik negara yang dikenal dengan asas “domein verklaring”.
Sebagai akibat politik hukum pemerintah Belanda,
hukum agraria mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan-peraturan
dari hukum adat di samping peraturan-peraturan yang didasarkan atas Hukum Barat.
Penduduk pribumi menganggap hukum agraria dari bangsa penjajah tidak menjamin
kepastian hukum dan tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka hukum agraria mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Perubahan tersebut tercermin dalam Pasal 33 ayat 3 Undang Undang Dasar 1945
yang dituangkan ke dalam Undang Undang No 60 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
pokok-Pokok Agraria dan Undang-undang No 56 prp tahun 1960 tentang Penetapan
Luas tanah Pertanian.
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 5 tahun 1960
menyebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat. Jadi bumi, air, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya bukan lagi dimiliki
oleh negara tetapi dikuasasi dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya bagi
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Implementasi penguasaan negara, tercermin dalam Pasal
2 ayat 2 Undang-Undang ini, yaitu bahwa Pemerintah yang mewakili negara mempunyai
wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan:
- peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa.
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi,air, angkasa.
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, ruang
angkasa.
Selanjutnya, agar penguasaan negara khusus atas tanah
dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh rakyat
Indonesia, perlu diadakan “land reform” dalam arti bahwa tanah-tanah yang
selama ini banyak dikuasai oleh tuan tanah perlu diadakan pembentukan kembali
dengan menetapkan jumlah maksimum dan minimum kepemilikan tanah pertanian. Pemerintah
harus membagi tanah-tanah yang belum ada hak di atasnya sesuai dengan
undang-undang “land reform” yaitu Undang-undang No 56 prp tahun 1960 tentang
penetapan luas tanah pertanian.
Di samping itu, dalam UUPA ini pemerintah berwenang
mengkonversi hak kepemilikan tanah dari hak eigendom, hak erfpacht dan lainnya
menjadi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak paakai, hak sewa, hak
membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak lain-lain sesuai dengan pasal
16 ayat 1 UUPA No 5 tahun 1960.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pelaksanaan Land Reform
dan bukti kepemilikan tanah di Polwali Mandar?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk melatih diri sebagai
mahasiswa, melihat kenyataan dengan menggunakan teori-teori hukum agraria.
2. Untuk mengetahui manfaat land reform dan bukti kepemilikan tanah
3. Dapat bermanfaat dan memberikan informasi tentang bagaimana
proses penguasaan tanah, kepastian hak atas tanah bagi para mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Land reform dan Agrarian reform
1. Pengertian Land reform.
- Pengertian “land reform” berbeda
dengan “agrarian reform”. Salah satu program “land reform” adalah distribusi
tanah atau pembagian tanah.
2. Pengertian “agrarian reform”
(pembaruan agraria) lebih luas daripada “Land reform” yaitu pembaruan dalam
struktur penguasaan, struktur produksi dan struktur pelayanan pendukung. “Agrarian
reform” sebenarnya merupakan upaya perubahan atau perombakan sosial yang
dilakukan secara sadar guna mentransformasikan struktur agraria kearah sistem
agraria yang lebih sehat dan merata bagi pembangunan pertanian dan
kesejahteraan rakyat desa.
3. Program “land reform” ini berisi
antara lain:
a. Larangan menguasai tanah melampaui
batas
b. Larangan mengausai tanah secara
absentual
c. Kelebihan kepemilikan tanah dan
tanah-tanah absentual dapat didstribusikan
d. Pengaturan atas pengembalian hak
gadai yang sudah berlangsung 7 tahun atau lebih
e. Pengaturan kembali bagi
hasil pertanian
f. Penetapan batas minimum dan
maksimum atas lahan pertanian yang dimiliki.
4. Tujuan “land reform” adalah
sebagai berikut :
a. Pembagian tanah yang adil dengan
melakukan perubahan struktur pertanahan
b. Tidak revolusioner
c. Untuk memperkuat atau memperluas
hak milik atas tanah
d. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah
dan menghapus kepemilikan tanah dan penguasaan tanah dengan menetapkan batas
minimum dan batas maksimum tanah yang dapat dimiliki.
e. Untuk mempertinggi produksi dan
mendorong pertanian intensif secara gotong royong.
5. Kelas-Kelas Penguasa Tanah di Indonesia
a.
Pemerintahan Feodal
Raja-raja di Indonesia
menguasai tanah-tanah, rakyat biasa dipekerjakan dan hasilnya untuk raja,
bangsawan. Rakyat bekerja hanya cukup untuk makan saja.
b. Tuan-tuan tanah (land lord)
Tuan-tuan tanah pada
pemerintahan kapitalis (Inggris) melakukan sistem pembayaran pajak yang disebut
rente (diciptakan oleh Rafles) disesuaikan dengan kemampuan rakyat yang diatur
oleh Kepala adat. Makin besar kemampuan membayara pajak makin luas tanah yang
dikuasai, sehingga timbul tua-tuan tanah. Mereka menganut asas bahwa semua
tanah-tanah yang berada pada wilayah jajahan adalah milik raja Inggris.
Perkembangan selanjutnya penguasaan lahan yang seluas-luasnya dilakukan oleh
tuan tanah dari orang-orang Tionghoa.
c.
Masyarakat berjuis (perkembangan kapitalisme)
Mereka merubah struktur agraria
menjadi kapitalis dengan memasuki dunia ketiga. Struktur agraraia diciptakan
untuk melayani bangsa-bangsa kapitalisme, bangsa penjajah.
d. Setelah
kemerdekaan (Land Reform)
Dunia ketiga setelah berdaulat
berusaha melakukan reformasi agraria yang mengarah kepada pemerataan dan
keadilan dengan menetapkan hak-hak atas tanah melalui program “land reform”. “Land
reform” merupakan disribusi tanah, pembentukan kembali atas penguasaan ,
kepemilikan atas hak-hak tanah. Tanah-tanah didistribusikan kepada petani
miskin, penggarap, buruh tanah dan sebagainya berdasarkan Undang undang Pokok
Agraria No 5 tahun 1960 dan Undang Undang No 56 prp tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.
B. Hak-Hak Atas Tanah
1. Hak Penguasaan tanah
- Menurut Hukum Tata Negara,
penguasaan tanah mempunyai hierarchi sebagai berikut :
1) . Tanah merupakan hak bangsa
Negara mempunyai kewenangan untuk
memberikan kepada warga negaranya.
2). Hak Penguasaan tanah adalah negara
Di Indonesia, sebelum berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria berlaku peraturan “agrarische wet” 1870 (Aw-S 1870-ss) dan “agrarische
besluit” (AB-s 1870-118). Pasal 1 AB mengatur keberadaan tanah di Indonesia,
bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemiliknannya adalah milik
negara (domein negara) yang dikenal dengan asas Verklaring. Asas Verklaring
ini mengolongkan hak atas tanah pemerintahan jajahan sebagai berikut :
a). Vrij Lands demein -à tanah negara bebas
Pada Asas Verklaring ini dikenal
teori Reg Nullius -à bagi tanah yang tidak ada
penguasanya, termasuk tanah yang dikuasai secara bersama-sama (Hak ulayat, hak
limpo). Akan menimbulkan teori occuvatie --à hak pakai --à hak milik.
b). On vrij Land domein -à tanah negara tidak bebas, ada hak-hak di atasnya,
misalnya hak eigendom, hak erfpacht atau hak opstal.
Setelah Indonesia merdeka dan
berlaku Undang-undang No 5 tahun 1960 kepemilikan negara atas tanah menjadi
penguasaan negara atas tanah. Pemerintah yang mewakili negara mempunyai
wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan:
- peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaannya bumi, air, ruang angkasa.
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi,air, angkasa.
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, ruang
angkasa.
Mengingat ketentuan undang-undang no 5 tahun 1960 tentang
UUPA yang tercantum pada pasal 2 ayat 2 tersebut di atas, maka diadakanlah
konversi atas hak kepemilikan tanah-tanah yang berdasarkan “agrarische wet
1870. Menurut ketentuan bagian Kedua tentang ketentuan-ketentuan Konversi pasl
1 ayat 1 sampai dengan ayat 6 Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Paraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria sebagai berikut Hak Eigendom, hak erfpacht atau opstal tersebut di hapus dan dikonversi
menjadi :
-
Hak
eigendom milik Warga Negara Indonesia menjadi Hak Milik
-
Hak
Eigendom Pemerintah Negara Asing termasuk Kediaman Perwakilan negara Asing
menjadi hak pakai
-
Hak
eigendom kepunyaan orang asing menjadi hak guna bangunan dengan jangka waktu 20
tahun
-
Hak
Eigendom, hak opstal/hak erfpacht yang membebani hak milik menjadi Hak Guna
Bangunan untuk jangka waktu 20 tahun.
-
Hak hypotheek. Servituu, vruchtengebruik dan hak-hak lain yang membebani
hak eigendom tetap membebani hak milik dan hak guna bangunan
3). Hak ulayat atas tanah
Hak ulayat sering juga disebut hak pertuanan atau
hak limpo (di Sulawesi Selatan). Tanah yang dikerjakan oleh rakyat secara terus
menerus pada hak ulayat, bukan lagi hak ulayat tetapi menjadi hak perseorangan yang
lama kelamaan menjadi hak milik secara turun-temurun.
4). Hak perorangan atas tanah
Hak ini diatur dalam pasal 16 dan pasal 20 Undang
Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-Pokok Agraria. Menurut Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri dari:
a. Hak
Milik.
b. Hak
Guna Usaha.
c. Hak
Guna Bangunan.
d.
Hak Pakai.
e. Hak
Sewa.
f. Hak
Membuka Tanah.
g. Hak Memungut
Hasil Hutan
2. Sumber perolehan hak
atas tanah dan pemanfaatannya.
Hak atas tanah
meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara disebut hak primer dan semua
hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian
bersama, disebut hak sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai
persamaan, di mana pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya
untuk dirinya sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain melalui
perjanjian dimana satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain. Hak perorangan ini dapat diperjual belikan
dan diwariskan yang terdiri dari :
1)
Hak Primer : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas
tanah negara, hak membuka hutan dan lain-lain.
2)
Hak Sekunder (sementara) yaitu Hak Gadai, Hak Bagi Hasil, Hak sewa.
3. Hak Milik
a. Hak Milik Perorangan
Hak milik diberikan
kepada perorangan. Hak Milik diberikan dalam waktu yang tidak terbatas lamanya
yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka berlakunya UUPA. Berdasarkan
ketentuan Pasal 27 UUPA.hak milik atas tanah dapat hapus apabila :
- Tanahnya jatuh kepada negara :
1. Karena pencabutan
hak berdasarkan Pasal18
2. Karena
penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. Karena
diterlantarkan
4. Karena
ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)yaitu memindahkan hak milik
kepada orang asing, Badan Hukum selain yang ditentukan oleh Pemerintah adalah
batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara.
- Tanahnya musnah.
b.
Hak Milik Badan Hukum
Pada asasnya badan
hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak milik kecuali ditentukan secara
khusus oleh Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti yang telah ditentukan
oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
a. Bank-bank yang
didirikan oleh negara.
b.
Perkumpulan perkumpulan Koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan
undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
c. Badan-badan
keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar
menteri agama.
d.
Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah
mendengar menteri sosial.
BAB III
PEMBAHASAN
A. DISTRIBUSI TANAH (LAND REFORM)
1) Tanah Feodal
Distribusi tanah menurut
Undang-undang No 56 prp tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian belum
berjalan sebagaimana mestinya. Pasal 2 ayat 1 jumlah tanah pertanian yang dapat
dimilik keluarga dengan jumlah anggota keluarga 7 orang atau lebih untuk daerah
tidak padat adalah maksimum 20 hektar. Pasal 3 undang-undang ini menyebutkan
bahwa bagi keluarga yang menguasai tanah pertanian yang luasnya lebih dari luas maksimum wajib melaporkan kepada
Kepala Agraria daerah/Kota dalam waktu 3 bulan. Dalam kenyataan ketentuan “land
reform” terhadap tanah feodal belum terlaksana dengan baik,di beberapa daerah
masih terdapat tuan tanah yang berasal dari golongan bangsawan, sebagai contoh
tanah-tanah di desa Takkatidung Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar, adalah
berasal dari tanah pertanian feodal yang luasnya kurang lebih mencapai ratusan
hektar. Penguasaan secara yuridis masih berada pada keluarga tuan tanah belum
tersentuh ketentuan “land reform”. Namun penguasaan secara fisik tanah-tanah tersebut telah ditempati oleh
penduduk atau rakyat kecil selama berpuluh-puluh tahun tanpa surat kepemilikan
tanah. Tanah tuan tanah tersebut konon berasal dari tanah kerajaan atau tanah
feodal. Rakyat menempati tanah-tanah tersebut hanya bersifat sementara dan tidak
mempunyai jaminan kepastian hukum. Kesulitan yang dialami penduduk yang
menempati tanah pertanian feodal yang berubah fungsi menjadi tanah kapling
terjadi bila tuan tanah memerlukan tanahnya, maka yang bersangkutan harus
meninggalkan tempat itu tanpa ganti rugi, walaupun mereka sudah menempati tanah tersebut berpuluh tahun
lamanya.
Contoh lain tanah negara yang
berasal dari perkebunan kelapa kepunyaan orang Belanda di desa Darma yang
mencapai ratusan hektar, secara yuridis (kepemilikan sertifikat) berada pada
tangan tuan tanah (keluarga Baco Sugi), tetapi secara fisik dikuasai penggarap.
Tanah ini menjadi tanah sengketa selama berpuluh-puluh tahun yang sudah
mendapat putusan Mahkamah Agung sebagai putusan hukum yang berlaku tetap, namun
tidak dapat dieksekusi.
B. BUKTI KEPEMILIKAN TANAH
Pengaturan Bukti kepemilikan tanah
sebagaimana yang diatur dalam pasal 16 Undang Undang Pokok Agraria No 5 tahun
1960, yaitu berupa sertifikat Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak
lainnya belum dapat terlaksana dengan baik, sebagai contoh tanah-tanah penduduk
masyarakat pesisir atau nelayan yang menduduki tanah negara sebagian besar
tidak memiliki surat-surat hak kepemilikan, karena adanya ketentuan dari Badan
Pertanahan Nasional bahwa tanah yang bisa dibuatkan sertifikat minimal jaraknya
200 meter dari bibir pantai, sedangkan nelayan membuat rumah mereka ditepi
pantai kurang dari 200 meter guna memudahkan mereka turun kelaut. Permasalahan
timbul bila ada program pemerintah berupa perbaikan rumah nelayan yang
mensyaratkan penguasaan secara yuridis atau adanya bukti-bukti kepemilikan
tanah kapling perumahan nelayan.
BAB IV
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Pelaksanaan program land reform yang bermaksud untuk
memanfaatkan tanah sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia
ternyata belum dapat terlaksana dengan baik karena adanya unsur kepentingan
tuan tanah atau golongan bangsawan, sehingga tanah-tanah bekas feodal dan
tanah-tanah negara bekas perkebunan Belanda tidak dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh rakyat.
Pengaturan hak kepemilikan tanah kapling atau
perumahan nelayan dipinggir pantai masih terkendala oleh peraturan Agraria yang
mensyaratkan jarak minimum 200 meter dari bibir laut yang diperbolehkan mendapatkan
sertifikat.
B. S a r a n
Undang-Undang Pokok Agraria sudah perlu direvisi, karena sudah tidak up to date lagi.
1 komentar:
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau
Posting Komentar