Selasa, 14 Februari 2012

distribusi dan hak kepemilikan atas tanah


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pada Zaman Penjajahan Belanda Hukum atas tanah diatur dalam “agrarische wet” 1870 dan diudangkan dalam lembaran negara 1870-55. Undang-undang ini  dibuat atas desakan pengusaha-pengusaha asing guna mengembangkan usahanya. Tujuan utama “Agrarische wet” 1870 adalah untuk membuka kemungkinan adanya jaminan hukum bagi pengusaha swasta besar, agar dapat memperoleh tanah hak Erfpacht atau hak opstal untuk perkebunan besar.
Peraturan pelaksanaan “Agrarische wet” 1870 (disingkat AW 1870) adalah “Agrarische Besluit” S 1870-118 (Keputusan Agraria). Pasal 1 “Agrarische Besluit” (disingkat AB) menyatakan bahwa semua tanah yang dikuasai oleh penduduk pribumi yang tidak dapat dibuktikan dengan hak “eigendom” menjadi milik negara (domein negara) atau dengan kata lain tanah menjadi milik negara yang dikenal dengan asas “domein verklaring”.
Sebagai akibat politik hukum pemerintah Belanda, hukum agraria mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan-peraturan dari hukum adat di samping peraturan-peraturan yang didasarkan atas Hukum Barat. Penduduk pribumi menganggap hukum agraria dari bangsa penjajah tidak menjamin kepastian hukum dan tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka hukum agraria mengalami perubahan yang cukup signifikan. Perubahan tersebut tercermin dalam Pasal 33 ayat 3 Undang Undang Dasar 1945 yang dituangkan ke dalam Undang Undang No 60 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-Pokok Agraria dan Undang-undang No 56 prp tahun 1960 tentang Penetapan Luas tanah Pertanian.
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 5 tahun 1960 menyebutkan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Jadi bumi, air, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya bukan lagi dimiliki oleh negara tetapi dikuasasi dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Implementasi penguasaan negara, tercermin dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang ini, yaitu bahwa Pemerintah yang mewakili negara mempunyai wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan:
-   peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa.
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,air, angkasa.
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, ruang angkasa.
Selanjutnya, agar penguasaan negara khusus atas tanah dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, perlu diadakan “land reform” dalam arti bahwa tanah-tanah yang selama ini banyak dikuasai oleh tuan tanah perlu diadakan pembentukan kembali dengan menetapkan jumlah maksimum dan minimum kepemilikan tanah pertanian. Pemerintah harus membagi tanah-tanah yang belum ada hak di atasnya sesuai dengan undang-undang “land reform” yaitu Undang-undang No 56 prp tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian.
Di samping itu, dalam UUPA ini pemerintah berwenang mengkonversi hak kepemilikan tanah dari hak eigendom, hak erfpacht dan lainnya menjadi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak paakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak lain-lain sesuai dengan pasal 16 ayat 1 UUPA No 5 tahun 1960.



B.   Rumusan Masalah
Bagaimana Pelaksanaan Land Reform dan bukti kepemilikan tanah di Polwali Mandar?
C.   Tujuan Penulisan
1. Untuk melatih diri sebagai mahasiswa, melihat kenyataan dengan menggunakan teori-teori hukum agraria.
2. Untuk mengetahui manfaat land reform dan bukti kepemilikan tanah
3. Dapat bermanfaat dan memberikan informasi tentang bagaimana proses penguasaan tanah, kepastian hak atas tanah bagi para mahasiswa.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Land reform dan Agrarian reform
1. Pengertian Land reform.
-   Pengertian “land reform” berbeda dengan “agrarian reform”. Salah satu program “land reform” adalah distribusi tanah atau pembagian tanah.
2. Pengertian “agrarian reform” (pembaruan agraria) lebih luas daripada “Land reform” yaitu pembaruan dalam struktur penguasaan, struktur produksi dan struktur pelayanan pendukung. “Agrarian reform” sebenarnya merupakan upaya perubahan atau perombakan sosial yang dilakukan secara sadar guna mentransformasikan struktur agraria kearah sistem agraria yang lebih sehat dan merata bagi pembangunan pertanian dan kesejahteraan rakyat desa.
3. Program “land reform” ini berisi antara lain:
a.      Larangan menguasai tanah melampaui batas
b.      Larangan mengausai tanah secara absentual
c.     Kelebihan kepemilikan tanah dan tanah-tanah absentual dapat didstribusikan
d.     Pengaturan atas pengembalian hak gadai yang sudah berlangsung 7 tahun atau lebih
e.      Pengaturan kembali bagi hasil pertanian
f.     Penetapan batas minimum dan maksimum atas lahan pertanian yang dimiliki.
4. Tujuan “land reform” adalah sebagai berikut :
a. Pembagian tanah yang adil dengan melakukan perubahan struktur pertanahan
b. Tidak revolusioner
c. Untuk memperkuat atau memperluas hak milik atas tanah
d. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapus kepemilikan tanah dan penguasaan tanah dengan menetapkan batas minimum dan batas maksimum tanah yang dapat dimiliki.
e. Untuk mempertinggi produksi dan mendorong pertanian intensif secara gotong royong.
5. Kelas-Kelas Penguasa Tanah di Indonesia
a. Pemerintahan Feodal
      Raja-raja di Indonesia menguasai tanah-tanah, rakyat biasa dipekerjakan dan hasilnya untuk raja, bangsawan. Rakyat bekerja hanya cukup untuk makan saja.
b. Tuan-tuan tanah (land lord)
      Tuan-tuan tanah pada pemerintahan kapitalis (Inggris) melakukan sistem pembayaran pajak yang disebut rente (diciptakan oleh Rafles) disesuaikan dengan kemampuan rakyat yang diatur oleh Kepala adat. Makin besar kemampuan membayara pajak makin luas tanah yang dikuasai, sehingga timbul tua-tuan tanah. Mereka menganut asas bahwa semua tanah-tanah yang berada pada wilayah jajahan adalah milik raja Inggris. Perkembangan selanjutnya penguasaan lahan yang seluas-luasnya dilakukan oleh tuan tanah dari orang-orang Tionghoa.

c. Masyarakat berjuis (perkembangan kapitalisme)
Mereka merubah struktur agraria menjadi kapitalis dengan memasuki dunia ketiga. Struktur agraraia diciptakan untuk melayani bangsa-bangsa kapitalisme, bangsa penjajah.
d. Setelah kemerdekaan (Land Reform)
Dunia ketiga setelah berdaulat berusaha melakukan reformasi agraria yang mengarah kepada pemerataan dan keadilan dengan menetapkan hak-hak atas tanah melalui program “land reform”. “Land reform” merupakan disribusi tanah, pembentukan kembali atas penguasaan , kepemilikan atas hak-hak tanah. Tanah-tanah didistribusikan kepada petani miskin, penggarap, buruh tanah dan sebagainya berdasarkan Undang undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960 dan Undang Undang No 56 prp tahun 1960  tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.
B.     Hak-Hak Atas Tanah
1. Hak Penguasaan tanah
-   Menurut Hukum Tata Negara, penguasaan tanah mempunyai hierarchi sebagai berikut :
1) . Tanah merupakan hak bangsa
Negara mempunyai kewenangan untuk memberikan kepada warga negaranya.
2). Hak Penguasaan tanah adalah negara
Di Indonesia, sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berlaku peraturan “agrarische wet” 1870 (Aw-S 1870-ss) dan “agrarische besluit” (AB-s 1870-118). Pasal 1 AB mengatur keberadaan tanah di Indonesia, bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemiliknannya adalah milik negara (domein negara) yang dikenal dengan asas Verklaring. Asas Verklaring ini mengolongkan hak atas tanah pemerintahan jajahan sebagai berikut :
a). Vrij Lands demein -à tanah negara bebas
Pada Asas Verklaring ini dikenal teori  Reg Nullius -à bagi tanah yang tidak ada penguasanya, termasuk tanah yang dikuasai secara bersama-sama (Hak ulayat, hak limpo). Akan menimbulkan teori occuvatie --à hak pakai --à hak milik.
b). On vrij Land domein -à tanah negara tidak bebas, ada hak-hak di atasnya, misalnya hak eigendom, hak erfpacht atau hak opstal.
Setelah Indonesia merdeka dan berlaku Undang-undang No 5 tahun 1960 kepemilikan negara atas tanah menjadi penguasaan negara atas tanah. Pemerintah yang mewakili negara mempunyai wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan:
-    peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya bumi, air, ruang angkasa.
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,air, angkasa.
- menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, ruang angkasa.
Mengingat ketentuan undang-undang no 5 tahun 1960 tentang UUPA yang tercantum pada pasal 2 ayat 2 tersebut di atas, maka diadakanlah konversi atas hak kepemilikan tanah-tanah yang berdasarkan “agrarische wet 1870. Menurut ketentuan bagian Kedua tentang ketentuan-ketentuan Konversi pasl 1 ayat 1 sampai dengan ayat 6 Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Paraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria sebagai berikut Hak Eigendom, hak erfpacht atau opstal tersebut di hapus dan dikonversi menjadi :
-        Hak eigendom milik Warga Negara Indonesia menjadi Hak Milik
-        Hak Eigendom Pemerintah Negara Asing termasuk Kediaman Perwakilan negara Asing menjadi hak pakai
-        Hak eigendom kepunyaan orang asing menjadi hak guna bangunan dengan jangka waktu 20 tahun
-        Hak Eigendom, hak opstal/hak erfpacht yang membebani hak milik menjadi Hak Guna Bangunan untuk jangka waktu 20 tahun.
-        Hak hypotheek. Servituu, vruchtengebruik dan hak-hak lain yang membebani hak eigendom tetap membebani hak milik dan hak guna bangunan
3). Hak ulayat atas tanah
Hak ulayat sering juga disebut hak pertuanan atau hak limpo (di Sulawesi Selatan). Tanah yang dikerjakan oleh rakyat secara terus menerus pada hak ulayat, bukan lagi hak ulayat tetapi menjadi hak perseorangan yang lama kelamaan menjadi hak milik secara turun-temurun.
4). Hak perorangan atas tanah
Hak ini diatur dalam pasal 16 dan pasal 20 Undang Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-Pokok Agraria. Menurut Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri dari:
a.  Hak Milik.
b.  Hak Guna Usaha.
c.  Hak Guna Bangunan.
d.  Hak Pakai.
e.  Hak Sewa.
f.  Hak Membuka Tanah.
g.  Hak Memungut Hasil Hutan

2.  Sumber perolehan hak atas tanah dan pemanfaatannya.
Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara disebut hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, di mana pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain melalui perjanjian dimana satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain. Hak perorangan ini dapat diperjual belikan dan diwariskan yang terdiri dari :
1)         Hak Primer : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah negara, hak membuka hutan dan lain-lain.
2)         Hak Sekunder (sementara) yaitu Hak Gadai, Hak Bagi Hasil, Hak sewa.
3. Hak Milik
a. Hak Milik Perorangan
Hak milik diberikan kepada perorangan. Hak Milik diberikan dalam waktu yang tidak terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka berlakunya UUPA. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUPA.hak milik atas tanah dapat hapus apabila :
- Tanahnya jatuh kepada negara :
1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal18
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. Karena diterlantarkan
4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)yaitu memindahkan hak milik kepada orang asing, Badan Hukum selain yang ditentukan oleh Pemerintah adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara.
- Tanahnya musnah.
b. Hak Milik Badan Hukum
Pada asasnya badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak milik kecuali ditentukan secara khusus oleh Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
a. Bank-bank yang didirikan oleh negara.
b. Perkumpulan perkumpulan Koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri agama.
d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri sosial.








BAB III
PEMBAHASAN

A. DISTRIBUSI TANAH (LAND REFORM)
1) Tanah Feodal
Distribusi tanah menurut Undang-undang No 56 prp tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian belum berjalan sebagaimana mestinya. Pasal 2 ayat 1 jumlah tanah pertanian yang dapat dimilik keluarga dengan jumlah anggota keluarga 7 orang atau lebih untuk daerah tidak padat adalah maksimum 20 hektar. Pasal 3 undang-undang ini menyebutkan bahwa bagi keluarga yang menguasai tanah pertanian yang luasnya lebih  dari luas maksimum wajib melaporkan kepada Kepala Agraria daerah/Kota dalam waktu 3 bulan. Dalam kenyataan ketentuan “land reform” terhadap tanah feodal belum terlaksana dengan baik,di beberapa daerah masih terdapat tuan tanah yang berasal dari golongan bangsawan, sebagai contoh tanah-tanah di desa Takkatidung Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar, adalah berasal dari tanah pertanian feodal yang luasnya kurang lebih mencapai ratusan hektar. Penguasaan secara yuridis masih berada pada keluarga tuan tanah belum tersentuh ketentuan “land reform”. Namun penguasaan secara fisik   tanah-tanah tersebut telah ditempati oleh penduduk atau rakyat kecil selama berpuluh-puluh tahun tanpa surat kepemilikan tanah. Tanah tuan tanah tersebut konon berasal dari tanah kerajaan atau tanah feodal. Rakyat menempati tanah-tanah tersebut hanya bersifat sementara dan tidak mempunyai jaminan kepastian hukum. Kesulitan yang dialami penduduk yang menempati tanah pertanian feodal yang berubah fungsi menjadi tanah kapling terjadi bila tuan tanah memerlukan tanahnya, maka yang bersangkutan harus meninggalkan tempat itu tanpa ganti rugi, walaupun mereka sudah  menempati tanah tersebut berpuluh tahun lamanya.
Contoh lain tanah negara yang berasal dari perkebunan kelapa kepunyaan orang Belanda di desa Darma yang mencapai ratusan hektar, secara yuridis (kepemilikan sertifikat) berada pada tangan tuan tanah (keluarga Baco Sugi), tetapi secara fisik dikuasai penggarap. Tanah ini menjadi tanah sengketa selama berpuluh-puluh tahun yang sudah mendapat putusan Mahkamah Agung sebagai putusan hukum yang berlaku tetap, namun tidak dapat dieksekusi.
B.  BUKTI KEPEMILIKAN TANAH
Pengaturan Bukti kepemilikan tanah sebagaimana yang diatur dalam pasal 16 Undang Undang Pokok Agraria No 5 tahun 1960, yaitu berupa sertifikat Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lainnya belum dapat terlaksana dengan baik, sebagai contoh tanah-tanah penduduk masyarakat pesisir atau nelayan yang menduduki tanah negara sebagian besar tidak memiliki surat-surat hak kepemilikan, karena adanya ketentuan dari Badan Pertanahan Nasional bahwa tanah yang bisa dibuatkan sertifikat minimal jaraknya 200 meter dari bibir pantai, sedangkan nelayan membuat rumah mereka ditepi pantai kurang dari 200 meter guna memudahkan mereka turun kelaut. Permasalahan timbul bila ada program pemerintah berupa perbaikan rumah nelayan yang mensyaratkan penguasaan secara yuridis atau adanya bukti-bukti kepemilikan tanah kapling perumahan nelayan.






BAB IV
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Pelaksanaan program land reform yang bermaksud untuk memanfaatkan tanah sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia ternyata belum dapat terlaksana dengan baik karena adanya unsur kepentingan tuan tanah atau golongan bangsawan, sehingga tanah-tanah bekas feodal dan tanah-tanah negara bekas perkebunan Belanda tidak dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh rakyat.
Pengaturan hak kepemilikan tanah kapling atau perumahan nelayan dipinggir pantai masih terkendala oleh peraturan Agraria yang mensyaratkan jarak minimum 200 meter dari bibir laut yang diperbolehkan mendapatkan sertifikat.
B. S a r a n
Undang-Undang Pokok Agraria sudah perlu direvisi, karena sudah tidak up to date lagi.

1 komentar:

Amalan pelunas hutang mengatakan...

Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau