1. Hukum Lingkungan Hidup
Peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelestarian lingkungan hidup telah cukup banyak yang dilahirkan seperti :
Undang-undang RI No 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup disertai dengan Peraturan Pemerintah RI No 29 tahun 1986 tentang Analisa Dampak Lingkungan(Amdal) yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No 51tahun 1993 tentang Amdal. UU No 4 tahun 1982 ini telah digantikan oleh UU RI No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No 12 tahun 1995 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan beracun.
Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia yang mengacu pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasasi oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, semuanya menunjang kebijakan dalam rangka pelestarian lingkungan hidup, seperti UU no 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), UU No 5 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan yang diperbaharui dengan UU No 41 tahun 1991 tentang Kehutanan, UU No. 9 tahun 1985 yang diperbaharui dengan UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosystemnya, UU No 5 tahun 1992, UU No 5 tahun 1994 tentang ratifikasi PBB mengenai keaneka-ragaman hayati (United Nations Convension on Biological Diversity)
Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijasanaan Pembangunan Lima Tahun Lingkungan Hidup, Undang-Undang Propenas 2000-2004.yaitu Pembangunan Lingkungan Hidup yang diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup agar kegiatan social ekonomi masyarakat dan pembangunan nasional, serta usaha pemanfaatan sumber daya alam termasuk air, tanah, dan udara berlangsung secara berkelanjutan melalui peningkatan kesadaran akan lingkungan hidup.
Di samping itu, di luar negeri timbul deklarasi-deklarasi hukum lingkungan global seperti Deklarasi Stockholm, Deklarasi Nairobi, Deklarasi Tokyo, Deklarasi Rio de Jenairo dan Deklarasi Johanesburg dan lain-lainnya
2. Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Oleh Korporasi
Hutan-hutan ditebang oleh manusia untuk dijadikan bahan bangunan, kayu bakar. Hutan-hutan dibakar dan dibabat habis untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit, kebon coklat, lahan pertanian, perumahan-perumahan oleh rakyat sekelilingnya. Yang lebih para lagi masuknya perusahan-perusahaan besar (korporasi) dengan menggunakan peralatan canggih seperti chainsaw menebang kayu-kayu di hutan dan dipegunungan (logging) untuk dijadikan komoditi ekspor dan kebutuhan dalam negeri berupa bahan bangunan rumah-rumah, baik di kota-kota besar maupun di daerah-daerah.
Tindakan korporasi ini menyebabkan penggundulan gunung dan hutan-hutan yang pada akhirnya terjadilah banjir dimana-mana. Di samping itu di Austraslia terjadi kerusakan lingkungan berupa terbakarnya hutan yang dilakukan oleh para penderita gejala kekalutan kepribadian yang dengan sengaja membakar semak belukar hutan di Australia.
Walaupun penegak hukum menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran dan perusakan lingkungan dan mengetahui undang-undang yang mengaturnya tetapi hampir-hampir tidak pernah melakukan tindakan nyata sesuai yang dinginkan oleh hukum, sebagai contoh penulis mengangkat suatu kasus impor pupuk beracun yang dilakukan oleh PT. Apel dari Singapur teronggok di Pulau Galang Batam Kepulauan Riau. Dari hasil uji laboratorium diketahui bahwa pupuk beracun itu mengandung logam berat mematikan. Materialnya seperti Arsen, Kadmium, tembaga dan seng dengan kadar melebihi ambang batas. Hasil uji laboratorium BATAN lebih mengejutkan bahwa material pupuk beracun itu dipastikan mengandung tiga jenis radioaktif yaitu Thorium 228, Radium 226, dan Radium 228 dengan kadar 100 kali di atas normal (Singgih, 2005 : 49) . Kegiatan ini melibatkan petinggi negeri ini, tapi sampai saat ini tidak ada tindak lanjut atas kasus ini.
Demikian juga pada tgl 18 Februari 2005 PT. Kertas Indonesia mengimpor sembilanbelas kontiner berisi limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari Inggeris. Sampah dan bekas kemasan bahan berbahaya yang diaktegorikan mudah meledak dan menimbulkan iritasi serta pestisida diimpor dengan memalsukan dokumen (Singgih, 2005 : 54). Limbah ini hanya diminta untuk dikembalikan ke negara asalnya, apakah betul dikembalikan atau cuma dibuang di laut bebas wallahu alam Tuhan Yang Maha Tahu.
Di luar negeri yang dikenal penegak hukumnya cukup disiplin, namun dalam hal menyangkut lingkungan hidup tampaknya tidaklah seperti apa yang kita bayangkan pada bidang lainnya, sebagai contoh Perusahaan Norilsk Mining Company telah mencemari lingkungan hidup 1/7 dari semua polusi pabrik Rusia berupa 2 juta ton gas buangan dan 85 juta meter kubik air kotor setiap tahunnya. Dampaknya dirasakan sampai di Kanada dan Norwigia yang mempunyai harapan hidup rata-rata 10 tahun dibawah rata-rata orang Rusia… Perusahaan Exxon corporation telah menumpah minyak valdez pada tahun 1991 yang menimbulkan kerusakan langsung pada rimba belantara di Alaska dan perikanan... Pada tahun 1949 beberapa perusahaan di AS termasuk general motors, standard oil of California dan Firestone Tire and Rubber dinyatakan bersalah karena telah menghancurkan system transit kereta api dalam kota yang ramah eko-system pada lebih 100 kota di Amerika Serikat. (Singgih, 2005 : 58).
Timbul pertanyaan bagaimana nasibnya deklarasi yang telah diselenggarakan diberbagai Negara seperti deklarasi Stockholm, Nairobi, Tokyo, Rio de Jenairo, deklarasi Johannesburg yang telah disebutkan diatas, apakah hanya slogan saja.
Mereka semuanya baik sebagai individu maupun korporasi tidak memperdulikan deklarasi-deklarasi internasional dan peraturan perundang-undangan dalam negeri mereka, seperti yang diatur dalam pasal 7 (`1) Undang-undang no 4 tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, dan apa yang tercantum dalam surat izin perusahaan mereka yang berbunyi bahwa setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian, kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Ayat (2) berbunyi bahwa kewajiban sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini dicantumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Pasal 20 (1) Undang-Undang No 4 tahun 1982 mengatur tentang pencemaran lingkungan hidup yang berbunyi bahwa barang siapa yang merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup memikul tanggung jawab dengan kewajiban membayar ganti kerugian kepada penderita yang telah dilanggar haknya atau lingkungan hidup yang baik dan sehat.
3.Dampak Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.(UU No 4 tahun 1982 pasal 1 ayat 1).
Pencemaran lingkungan hidup diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU No. 4 tahun 1982 pasal 1 ayat 7).
Menurut Siswanto Sunarso, bahwa komponen lingkungan yang sangat mudah mengalami pencemaran adalah air, udara, tanah dan lahan tanaman pertanian (2005 : 8). Selanjutnya Siswanto Sunarso menyatakan bahwa fungsi hutan di samping sebagai area peresapan air, endapan CO2 dan mengatur hidrologi, juga sebagai sumber pendapatan yang paling mudah didapat. …Kerusakan hutan yang paling parah adalah karena pembakaran hutan yang dapat menimbulkan BBF (Bahan Bakar Fosil) yang berdampak menambah rusaknya ozon (2005 : 12)… Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran BBF mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Asam ini diendapkan pada hutan, tanaman pertanian, danau yang mengakibatkan kematian organisme hidup…Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mengubah iklim dibumi semakin panas. Efek rumah kaca sebenarnya diperlukan, agar suhu bumi tidak terlalu rendah sehingga nyaman rasanya, tetapi apabila Emisi Gas Rumah Kaca terlalu besar, bumi semakin panas, volume air laut akan naik yang berakibat kenaikan permukaan air laut, karena kenaikan 1,5-4,5 derajat Celcius menyebabkan kenaikan permukaan air laut 25-140 CM… Pembakaran bahan bakar pabrik, kendaraan menghasilkan beberapa jenis oksida belerang dan nitrogen. Oksida ini di udara mengalami proses kimia dan berubah menjadi asam dan turun ke bumi bersama hujan (hujan asam). Hujan asam ini menyebabkan banyak kematian organisme air di sungai dan danau, merusak hasil tanaman dan hutan. (2005 : 13)
Pencemaran laut dan pesisir terjadi karena industri-industri besar leluasa membuang limbah ke sungai, yang pada gilirannya sungai-sungai menumpahkan limbah tersebut ke laut. Laut dan pesisir yang berfungsi sebagi obyek parawisata suram karena tercemar. Pencemaran ini juga menyebabkan matinya hutan bakau yang berada di pesisir yang berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap gelombang laut, penahan angin, penahan kecepatan erosi pantai oleh kikisan arus. Hutan bakau ini juga merupakan tempat bertelur dan berkembang biak biota laut seperti udang, kepiting, nener dan berbagai jenis satwa lainnya.
Pencemaran udara pada umumnya mencakup daerah yang sangat luas tidak jelas batas-batasnya dan merupakan masalah yang kompleks. Pencemaran udara lebih cepat berkembang dari pada pencemaran air dan tanah serta lahan pertanian. Bahan atau zat pencemar udara biasanya terdiri dari partikel atau debu dan gas (CO, NO2,CO2, Oksida dan hidrokarbon). Pada konsentrasi yang berlebihan zaat-zat tersebut akan membahayakan kesehatan manusia maupun hewan, menyebabkan kerusakan tanaman serta gangguan lainnya seperti berkurangnya daya penglihatan, bau, penyakit dan lain-lain.
Pencemaran yang berasal dari partikel antara lain berasal dari pabrik semen yang telah menimbulkan pencemaran udara yang cukup berat, di samping itu pencemaran juga berasal dari transportasi atau kendaraan. Pencemaran udara oleh gas buang industri dan transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara mengakibatkan hujan asam
Pencemaran tanah dan lahan pertanian, pada umumnya disebabkan oleh limbah industri berupa limbah padat (sampah organic, bekas kemasan seperti kaleng, botol, kantong plastic), limbah cair berupa bekas minyak pelumas, cairan-cairan kimiawi, cairan yang mengandung logam berat dan lain-lain, Limbah gas dan partikel perusak tanaman (Siswanto sunarso, 2005 : 11)
Menurut Hardiana Ibrahim bahwa pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang berdampak pada pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim secara global dan kenaikan permukaan air laut. Diperkirakan curah hujan antara berbagai daerah berlainan sebagai akibat pemanasan global yang terjadi didaerah-daerah tersebut. Frekwensi dan intensitas badai dan topan semakin meningkat akan mengancam system pertanian, sedangkan problem iklim menyebabkan kepunahan banyak jenis mahluk hidup ( 2005 : 20).
Pencemaan udara yang berasal dari bahan bakar terutama BBF (bahan bakar fosil) mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Kerusakan yang lebih parah dengan terbentuknya ozon yang beracun dari zat pencemaran nox melalui reaksi foto kimia (Hardiana Ibrahim, 2005 : 21). Pada lapisan stratosfer terdapat ozon yang berfungsi melindungi kehidupan di bumi dari penyinaran ‘ultraviolet’ bergelombang pendek yang berenergi tinggi. Penurunan kadar uzon yang lebih derastis menurut para ahli terjadi di benua Antartika. Dikhawatirkan lubang ozon akan menaikan jumlah penderita penyakit kanker kulit dan penyakit mata katarak, menurunkan daya imunitas serta menurunkan produksi pertanian dan perikanan. Penyebab utama lubang ozon adalah sekelompok zak kimia yang disebut cloro fluoro carbon (CFC) merupakan zat buatan manusia yang digunakan bagi kehidupan sehari-hari antara lain , Air Condition (AC), kulkas, mesin pembeku (Hardiana Ibrahim :2005, 22)
Walaupun telah diketahui betapa besar dampak yang ditimbulkan pencemaran terhadap kerusakan lingkungan, namun beberapa perusahaan raksasa (korporasi) bertarap internasional tetap melakukan kegiatan yang hanya menguntungkan dirinya, seperti Perusahaan industri aditif hitam atau timbal di luar negeri, sejak tahun 1920 telah menyembunyikan informasi mengenai dampak toksil atau racun dari timbal. Meskipun berbahaya minyak bensin yang mengandung timbal tetap di ekspor ke Eropa Timur dan Negara-negara lainnya seperti Afrika yang diperkirakan mencapai dewasa ini 94 persen bensin yang dijual kepada umum mengandung timbal.(Singgih, 2005 : 58)
Penyakit deman berdarah, muntah berak, penyakit kulit merupakan akibat sampah-sampah rumah tangga, seperti plastic, kaleng-keleng bekas, dan lainnya yang dibuang sembarangan menjadi tempat bersarangnya nyamuk dan tempat tumbuh suburnya baktri-baktri berbagai penyakit. Limbah beracun dan sampah-sampah dari berbagai macam perusahaan-perusahan atau korporasi yang mencemari lingkungan dan lautan lebih dahsat dampaknya terhadap kehidupan manusia, kehidupan ikan-ikan, kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan serta jasad renik. Limbah-limbah tersebut mnimal mengganggu bahkan menjadikan kepunahan mahluk hidup.
Di kota besar seperti DKI Jakarta benacana banjir sudah menjadi langganan setiap akhir dan awal tahun (sampai bulan Februari). Bahaya banjir ini di samping merusak harta benda penduduk yang dilanda banjir juga mendatangkan berbagai macam penyakit pasca banjir seperti penyakit muntah berak, gatal-gatal, demam berdarah dan sebagainya. Bahaya banjir terjadi pada musim penghujan dan setelah berakhir musim hujan bahaya kekeringan datang mengancam, penduduk kesulitan air bersih, seakan-akan tidak ada lagi penahan air hujan yang tertumpah dari langit lagsung kelaut melalui sungai dengan derasnya sehingga dapat melanda daerah-daerah yang dilaluinya.
Banjir di Jakarta ini disebabkan karena meluapnya air sungai yang bermuara ke laut Jakarta yang melalui kota Jakarta. Peggundulan hutan dan gunung-gunung sebagai akibat pembukaan lahan pertanian, penebangan kayu sebagai bahan komoditi menyebabkan air hujan tidak tertahankan lagi pada musim hujan atau langsung mengalir ke sungai-sungai. Sementara di lain waktu pada saat berakhirnya musim hujan langsung kekurangan air.
Di berbagai daerah pedalaman bencana tanah longsor, bahaya Suname, bahaya kekeringan, Lumpur Lapindo yang tidak kunjung selesai permasalahannya, pemadaman listrik secara bergantian karena debit air tidak cukup kuat untuk menggerakkan turbin pembangkit tenaga listrik. Gagal panen diberbagai daerah karena kekeringan dimusim kemarau, sementara dimusin hujan banjir adalah akibat kerusakan ekosistem yang disebabkan ulah manusia sendiri. yakni pengrusakan linkungan hidup.
Apakah mereka tidak menyadari bahwa kerusakan dan pencemaan lingkungan juga berdampak pada pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim secara global dan kenaikan permukaan air laut. Diperkirakan curah hujan antara berbagai daerah berlainan sebagai akibat pemanasan global yang terjadi didaerah-daerah tersebut. Frekwensi dan intensitas badai dan topan semakin meningkat akan mengancam system pertanian, sedangkan problem iklim menyebabkan kepunahan banyak jenis mahluk hidup (Hardiana Ibrahim, 2005 : 20).
Beberapa tahun terakhir ini bencana alam terjadi di mana-mana, baik diluar negeri maupun di dalam negeri. Di kota-kota besar dan di daerah-daerah yang dahulunya mendapatkan kedamaian hidup, jarang mengalami bencana alam, kini sudah banyak yang berubah menjadi ajang pertempuran hidup dan mati terhadap alam. Alam sudah tidak bersahabat lagi seperti halnya bencana alam Suname di Banda Aceh, tanah longsor di berbagai daerah di Indonesia, Lumpur Lapindo, Bencana banjir, bencana kekeringan, kebakaran hutan, adalah akibat kerusakan ekosistem.
Kerusakan eko system erat kaitannya dengan pencemaran limbah pabrik, pencemaran minyak dilepas pantai, pencemaran radiasi nuklir. Hal itu terjadi sebagai akibat keserakahan korporasi demi keuntungan pribadinya (perusahaannya) menimbulkan kerusakan eko system yang berdampak membawa malapetaka bagi sebagian besar kehidupan ekosistem termasuk kehidupan manusia.
Untuk meminimalisir bahaya-bahaya yang ditimbulkan seperti disebutkan diatas sebagai akibat pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup, diperlukan pelestarian lingkungan hidup dengan menjaga keseimbangan ekosistem berupa keseimbangan antara ekologi manusia, ekologi tumbuhan, ekologi hewan dan ekologi jasad renik. Hal ini dapat terwujud bilamana kita mentaati aturan main yang sudah dibuat, baik yang bersifat global atau internasional maupun yang bersifat intern dalam negeri yang disebut Hukum Lingkungan Hidup yaitu “suatu hukum yang mengatur hubungan timbal-balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya atau mahluk hidup lainnya, dan apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi”. Hukum Lingkungan Hidup tersebut harus mengacu pada prinsip keutuhan, pertumbuhan dan keseimbangan serta tata cara pengelolaan lingkungan hidup dalam arti upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.
4. Usaha Pemulihan Ekosistem
Kerusakan eko system erat kaitannya dengan pencemaran limbah pabrik, pencemaran minyak dilepas pantai, pencemaran radiasi nuklir. Hal itu terjadi sebagai akibat keserakahan korporasi demi keuntungan pribadinya (perusahaannya) menimbulkan kerusakan eko system yang berdampak membawa malapetaka bagi sebagian besar kehidupan ekosistem termasuk kehidupan manusia.
Untuk meminimalisir bahaya-bahaya yang ditimbulkan seperti disebutkan diatas sebagai akibat pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup, diperlukan pelestarian lingkungan hidup dengan menjaga keseimbangan ekosistem berupa keseimbangan antara ekologi manusia, ekologi tumbuhan, ekologi hewan dan ekologi jasad renik. Hal ini dapat terwujud bilamana kita mentaati aturan main yang sudah dibuat, baik yang bersifat global atau internasional maupun yang bersifat intern dalam negeri yang disebut Hukum Lingkungan Hidup yaitu “suatu hukum yang mengatur hubungan timbal-balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya atau mahluk hidup lainnya, dan apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi”. Hukum Lingkungan Hidup tersebut harus mengacu pada prinsip keutuhan, pertumbuhan dan keseimbangan serta tata cara pengelolaan lingkungan hidup dalam arti upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.
Dalam kenyataan sehari-hari kerusakan lingkungan hidup akibat pencemaran dan pengrusakan lingkungan oleh manusia secara langsung tetap berjalan seakan-akan peraturan perundang-undangan yang begitu banyak tersebut di atas dianggap seperti angin lalu saja oleh oknum yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa memperhitungkan dampak tindakannya pada lingkungan sekitarnya dan generasi yang akan datang.
Penegak hukum duduk terpaku menonton penjualan kayu-kayu illegal diberbagai daerah, sampah-sampah palstik bertebaran di mana-mana baik di kota-kota besar maupun di daerah-daerah, penebangan hutan-hutan untuk dijadikan lahan perkebunan coklat, kelapa sawit, dan lain-lainnya, impor limbah pupuk beracun dari Singapura di Pulau Galang Batam Kepulauan Riau yang melibatkan petinggi negeri ini, Lumpur Lapindo di Sidoarjo, seakan-akan penegak hukum tidak mengetahui apa-apa tentang kerusakan yang ditimbulkannya
Sampah plastik, zat kimia atau bahan kimia impor beracun. Polusi udara dari bahan bakar yang mengandung timbal yang cukup berat, semuanya itu bentuk pencemaran lingkungan yang dibuat baik oleh manusia individu maupun oleh manusia yang terorganisir dalam bentuk korporasi yang membawa kerusakan lingkungan hidup
Konsep pemulihan dengan hanya menggunakan pendekatan yuridis formal tiadalah cukup sebagaimana selama ini terjadi yang boleh dikatakan bahwa berbagai macam peraturan perundang-undangan telah dilahirkan, tetapi kerusakan lingkungan hidup juga masih terjadi di mana-mana.. Menurut William Chang diperlukan suatu pendekatan kesadaran “moral lingkungan Hidup” dengan mengemukakan empat teori, yaitu
1). Human centered ethic (antroposentrisme) beranggapan bahwa kedudukan dan peran moral lingkungan hidup terpusat pada manusia. Rangkaian kebijakan mengenai lingkungan hidup dinilai hanya berdasarkan pengaruh kebijakan itu terhadap kehidupan manusia. Manusia menjadi jantung perhatian dalam bahasan lingkungan hidup yang titik beratnya terletak pada peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia di dalam alam semesta
2). Animal centered ethic .(animalsentrisme) beranggapan bahwa bukan hanya manusia yang pantas mendapat pertimbangan moral, melainkan juga dunia hewan.sebagai contoh penebangan hutan secara liar dan tidak bertanggung jawab dengan sendirinya ikut mempengaruhi kehidupan mahluk lainnya. Kekayaan alam bukan hanya diperuntukkan untuk manusia tetapi juga untuk hewan-hewan.
3). Life Centered ethic (Biosentrisme) menganggap bahwa mahluk hidup bukan hanya manusia dan hewan, melainkan juga mencakup tumbuh-tumbuhan, ganggang, organisme bersel tunggal. Pandangan ini berpendapat bahwa setiap mahluk hidup dipertimbangkan secara moral walaupun mereka tidak memiliki makna moral yang sama
4). Teori nilai intrinsic menyatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang baik dan terkait dengan pribadi manusia yang mampu mendukung penyempurnan diri manusia, sebab pada umumnya nilai menunjuk pada kesempurnaan atau kebaikan. Paul Taylor menekankan bahwa secara moral manusia terikat untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mahluk hidup lain yang non manusia. Dia mengingatkan bahwa tanaman dan hewan liar pun termasuk bagian komunitas hidup dalam jagad raya.(2001 :42-45).
Menurut Sumantoro bahwa UU No 4 tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup dalam definisi-definisinya yang tercantum dalam pasal 1, memberikan indikator-indikator tertentu, yang masih harus dijabarkan lagi dalam peraturan-peraturan lain. Misalnya pasal 1 ayat 7 disebutkan ukuran atau indicator adanya pencemaran lingkungan. Indikator-indikator semacam ini diperlukan untuk perumusan aturan-aturan pelaksanaan. Jika indicator-indikator itu nampak, maka hal ini merupakan kegiatan dini, agar dapat diambil tindakan preventif dan represif …Indikator-indikator ini dirumuskan dalam bentuk ancaman hukuman. Jika gejala-gejala tertentu tampak, seperti halnya dalam undang-undang lingkungan hidup, maka harus sudah diambil tindakan, sebelum kejadian yang terlalu parah terjadi. Jika sudah melebihi batas tertentu misalnya dari pencemaran lingkungan hidup menjadi pengrusakan, maka tentu saja hukumnya harus diperberat. ( 1986 : 278)
Sadu Wasistiono, (dalam studi kasus Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bandung) mengemukakan bahwa model dan bentuk kegiatan merupakan model sinergitas multi stackeholder (Pemerintah, Provinsi, Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli lingkungan) dalam kegiatan pengelolaan lingkungan nyata langsung di lapangan dengan rincian kegiatan :
1). Sosialisasi aspek lingkungan hidup sumber daya air sungai dan
lingkungannya kepada masyarakat setempat (Sungai Citarum) akan
merupakan core atau tulang punggung program kegiatan
2). Bimbingan teknis kepada para tokoh/aparat dan masyarakat desa
sekitar sungai citarum.
3). Pemulihan dan penataan kawasan sekitar sungai citarum
4). Gerakan kebersihan sungai citarum
5). Teknologi tepat guna
- daur Ulang Sampah
- Peragaan dan pelatihan daur ulang sampah/memilah sampah
- Penyediaan mesin pencacah sampah
- Budidaya composting (2006 : 77-78)
Di samping itu, perlu dikemukakan disini bahwa Pemerintah orde baru juga mengambil berbagai kebijakan pelestarian lingkungan hidup namun sering disalah gunakan oleh oknom, seperti kasus penghijauan hutan dengan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Progam ini dijalankan oleh salah satu perusahaan korporasi yang memiliki HPH (Hak Penguasaan Hutan), tapi perusahaan Korporasi tidak melaksanakan dengan baik tugas yang dibebankan kepadanya dengan mengkrupsi dana reboisasi, sebaimana telah diberitakan pada berbagai media massa bahwa salah seorang pengusaha besar dan mantan menteri jaman orde baru di Nusakabangankan karena menyalah gunakan dan mark up dana reboisasi.
Beberapa perusahaan besar yang berkantor Pusat di Jakarta beberapa tahun yang lalu dengan leluasa mengekspor kayu gelondongan (Logging) ke luar negeri dan perusahaan besar yang mengolah kayu menjadi triplek atau teakwood tidak dibebani kewajiban untuk reboisasi. IHH (Iuran Hasil Hutan) pun entah kemana larinya, sehingga hutan-hutan yang sudah digunduli tidak pernah diperhatikan lagi, sehingga terjadilah kerusakan lingkungan. Seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap perusahaan besar pengolah kayu dengan memberikan kewajiban kepada mereka untuk melakukan penghijauan kembali, bukan hanya bisa menebang tetapi harus bisa menanam kembali.
5. Kesimpulan dan Saran
Kerusakan lingkungan hidup disebabkan oleh tangan-tangan manusia sendiri, baik oleh rakyat setempat, maupun oleh perusahaan besar (korporasi) yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi di bidang lingkungan hidup. Rakyat setempat merusak lingkungannya sendiri dengan menggunakan cara manual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehar-hari, karena kesulitan mendapatkan sumber penghidupan, sehingga mereka menebang pohon-pohon kayu untuk diperjual belikan dikota-kota, kayu-kayu dijadikan sebagai bahan komoditi ekspor dan kebutuhan dalam negeri. Selain itu hutan dibabat untuk dijadikan lahan pertanian yang semakin sempit karena pertambahan penduduk. Rakyat mencemari lingkungannya sendiri seperti membuang sampah sembarangan yang berdampak pada diri mereka sendiri berupa datangnya berbagai penyakit karena kurangnya penyuluhan dari pemerintah dan tiada tersedianya tempat pembuangan sampah yang cukup memadai.
Sedangkan perusahaan besar korporasi merusak lingkungan dan mencemarinya adalah karena keserakahan untuk mendapatkan keuntungan besar dengan tidak memperdulikan nasib orang lain, terutama generasi yang akan datang. Deklarasi-deklarasi yang diadakan diluar negeri, peraturan perundang-undangan baik di dalam maupun di luar negeri tidak digubris akibat keserakahan. Penegakan hukum di luar negeri yang terkenal begitu ketat penegakkan hukumnya, ternyata juga masih kecolongan pelanggaran dalam hal hukum lingkungan hidup.
Kiranya tiadalah cukup kalau pemerintah hanya melahirkan undang-undang yang tidak disertai dengan tindakan nyata dan sosialisasi tentang moral lingkungan hidup, baik berupa penjabaran normative undang-undang dalam bentuk yang lebih operasional maupun tindakan nyata bagi penegak hukum. Rakyat sudah bosan menerima alasan klasik, bahwa terjadinya pelanggaran karena aparat mudah di suap terutama dalam perdagangan kayu dari Kalimantan dan daerah lainnya serta impor sampah beracun dari negeri tetangga oleh perusahaan besar yang melibatkan petinggi negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiana Ibrahim, :2005,
Siswanto Sunarso, 2005, Hukum Pidana Lingkungan Hidup, Dan Strategi Penyelesaian Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta
William Chang, 2001, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta
Singgih, 2005, Kejahatan Korporasi,
Sumantoro, 1986,Hukum Ekonomi, Universitas Indonesia-Press, Jakarta
Undang-Undang No 4 Thun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar